Sudahkah pendidikan kita mencerdaskan? Inilah pertanyaan yang mendasar yang menjadi PR kita untuk menata dan membenahi kembali system dan proses pendidikan kita. Adalah suatu keharusan apabila kita harus mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain di dunia, dan itu semua dapat dimulai dari pendidikan yang berkualitas, yang mampu mencerdaskan warga negaranya. Permasalahannya adalah bagaimanakah konsep dan format pendidikan yang mencerdaskan tersebut. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 secara tegas disebutkan bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menilik dari definisi tersebut, sudah sangat jelas bahwa dalam proses pembelajaran menempatkan siswa atau peserta didik sebagai subyek yang berperan penuh dalam kegiatan belajarnya. Siswa memegang peran dominan dalam artian siswa memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan realitas sosialnya serta minat dan bakatnya. Secara sederhana terdapat tiga hal yang mendasar yang harus dibenahi untuk mewujudkan pendidikan yang mencerdaskan, sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik. Pertama, merekonstruksi kembali peran dan fungsi guru dalam pembelajaran. Kedua, meningkatkan peran orang tua dalam proses pendidikan anak. Ketiga, meninjau kembali peran sekolah sebagai lingkungan belajar siswa
Merekonstruksi Peran dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran.
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru memiliki peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan suatu bangsa. Guru sebagai actor dalam pendidikan. Untuk hal tersebut, maka sudah sewajarnya kalau guru harus dituntut untuk professional. Bagaimana guru yang prosfesional itu? Yakni guru yang mampu menumbuhkan dan membangun semangat belajar anak didiknya, sehingga potensi yang dimilikinya dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Guru disamping sebagai pendidik, juga sebagai pembimbing para peserta didiknya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit guru yang kurang menyadari akan peran dan fungsinya dalam proses pembelajaran. Sehingga tidak jarang proses belajar mengajar menjadi tidak menggairahkan bagi siswa, karena hanya dipandang sebagai mereproduksi ilmu berupa proses transfer pengetahuan, yang hanya memindahkan ilmu yang ada pada diri anak atau peserta didik. Tidak jarang pula guru mendominasi dalam proses belajar. Guru dianggap sebagai sumber belajar. Akibatnya kebebasan dan kreativitas anak menjadi terpasung. Anak hanya dijejali dengan berbagai pengetahuan tanpa diajak untuk belajar bagaimana cara belajar, belajar bagaimana berfikir dan belajar bagaimana mengatasi permasalahan. Padahal idealnya dalam proses pembelajaran guru seharusnya lebih berfungsi sebagai fasilitator, yang memfasilitasi peserta didik untuk dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, emosi dan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Dalam proses kegiatannya Siswa dapat menggunakan sumber belajar seperti alam sekitar, buku, internet maupun sumber lain untuk membuat kesimpulan dari peristiwa, atau fenomena yang terjadi, sehingga menghasilkan pemahaman yang bermakna bagi dirinya. Proses tersebut tentunya tidak terlepas dari bimbingan dan arahan dari guru.
Meningkatkan Peran Orang Tua dalam Proses Pendidikan Anak
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Kehidupan anak tidak terlepas dari lingkungan keluarga, bahkan sebagai besar waktu anak akan dihabiskan dalam lingkungan keluarga. Memperhatikan kondisi tersebut, sebagai orang tua harus peka, bahwa tanggung jawab pendidikan tidak sepenuhnya berada pada lingkungan sekolah. Orang tua sedini mungkin harus ikut serta berperan aktif dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya otak anak. Bagaimana peran orang tua? Tentunya memberikan dorongan dan semangat untuk belajar, mendampingi ketika belajar, memahami keluhan-keluahan belajar anak dan juga memahami permasalahan-permasalahan yang dialami oleh anak. Selain hal tersebut sebaiknya orang tua juga harus memahami bakat atau talenta anak, memberikan kebebasan anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya.
Harus dihindari sikap otoriter orang tua, karena tidak jarang orang tua selalu mendominasi memandang keingiunan anaknya harus sama seperti keinginan dirinya, sehingga anak dikekang, ditekan untuk mengikuti kemauan orang tuanya. Sebagai contoh, orang tua menginginkan anaknya harus menjadi dokter, sementara anaknya lebih cocok, berbakat dan suka pada bidang sastra. Tentunya hal ini akan mengganggu tumbuh dan berkembangnya potensi anak.
Meninjau Peran Sekolah sebagai Lingkungan Belajar Anak
Sudahkah sekolah kita mendukung bagi tumbuh dan berkembangnya potensi anak. Idealnya sekolah memiliki fungsi yang strategis bagi anak, untuk mengasah potensinya shingga menjadi pribadi-pribadi yang kuat baik secara intelegensinya maupun secara emosinya. Dalam kaitanya dengan peran sekolah, terdapat lima hal utama yang harus dilakukan yakni :
Dalam upaya membangun dan mewujudkan pendidikan yang mencerdasakan, rupanya patut kita renungkan pendapat dari William A. Ward, yang mengatakan bahwa “pengajar biasa adalah pengajar yang hanya memberi tahu, pengajar yang baik adalah pengajar yang hanya menjelaskan. Pengajar yang lebih baik pengajar yang mendemonstrasikan. Tetapi pengajar yang terbaik adalah pengajar yang memberi inspirasi kepada peserta didiknya. Termasuk kategori manakah kita sebagai pengajar???
Oleh : Winarto, M.Pd. ( Accounting Teacher of SMKN 1 Girimulyo)
Berita Pengumuman Sekilas-infoCopyright © 2017 - 2025 SMP NEGERI 1 KALIBAWANG All rights reserved.
Powered by sekolahku.web.id